Bongkar 20 Info Kesehatan yang Cuman Mitos Belaka: Bagian 3


By Cindy Wijaya

Kembali kami mengangkat masalah info info kesehatan yang sebelumnya telah dipercaya oleh banyak kalangan dan akhirnya belakangan terbantahkan oleh beberapa temuan dan argumen baru dari riset-riset modern.

Pada banyak temuan terungkap bahwa apa yang selama ini kerap dianggap sehat, ternyata juga menyimpan bahaya dari sisi yang lain. Terungkap juga bahwa apa yang selama ini dianggap berbahaya bisa jadi telah dipandang sebelah mata dengan sejumlah klaim menyesatkan.

Anda perlu tau apa saja info-info kesehatan terbaru dan apa saja yang sebenarnya belakangan sudah dianggap sebagai sekedar mitos untuk membantu Anda memperbaiki kualitas kesehatan Anda. Berdasarkan informasi Authoritynutrition.com, berikut adalah bagian terakhir dari 20 info kesehatan yang ternyata adalah mitos.

1. Kasus diet gluten hanya berlaku pada penderita penyakit Celiac

Pengidap penyakit sindrom Celiac atau penyakit Celiac memang biasanya akan mengalami efek alergi terhadap gluten, dan karenanya akan dituntut menjalani diet bebas gluten. Namun rupanya pandangan ini kini sudah terbantahkan.

Masalah diet rendah gluten atau bebas gluten rupanya bukan hanya keharusan bagi mereka pengidap penyakit Celiac. Beberapa orang bisa mengalami sensitivitas terhadap kandungan gluten tanpa harus memiliki masalah penyakit Celiac. Dalam Journal of Cellular and Molecular Immunology – Nationa Institutes of Health 2013 pada tajuk “Non-celiac gluten sensitivity: questions still to be answered despite increasing awareness”, dijelaskan bagaimana kasus alergi gluten bisa terjadi pada mereka yang tidak mengidap penyakit Celiac.

Sedangkan dalam sejumlah pandangan modern juga dikatakan diet rendah gluten akan sangat membantu mengendalikan keluhan pencernaan, mengatasi efek kembung dan masalah iritasi pada usus, schizophrenia, autisme, dan epilepsi.

Bahkan satu riset terbaru yang diungkap oleh Chris Kresser, M.S., L.Ac, memperkirakan selain gluten sebenarnya ada aspek lain dalam makanan yang memicu reaksi alergi dan masalah pencernaan.

2. Menurunkan berat badan sama dengan kurangi makan dan banyak olahraga

Pada tahun 90-an, ide diet macam ini tampaknya sangat populer. Malah sejumlah pakar sendiri yang menyarankan untuk menjalankan diet semacam ini, termasuk dengan menekankan untuk meninggalkan makan malam demi turunkan berat badan.

Tapi di era sekarang, ide ini sudah dianggap usang dengan bermacam pandangan dan temuan baru yang merujuk pada sistem kombinasi makanan yang tepat untuk bisa mencapai berat badan ideal.

Anda bisa melihat pada bagian kedua dari seri artikel ini, mengenai konsep kalori tidak bisa diakumulasi. Alih-alih Anda harus menghitung asupan Anda dan menurunkan intensitas makan Anda untuk mencapai berat badan ideal, Anda hanya diharuskan mengatur ulang komposisi menu makanan Anda setiap hari dengan makanan yang memberi manfaat ekstra terhadap fungsi pembakaran lemak, kinerja metabolisme dan membantu menekan lapar dengan lebih efektif.

Sedang menurut The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism tahun 2012 dalam jurnal “Clinical review: Regulation of food intake, energy balance, and body fat mass: implications for the pathogenesis and treatment of obesity” masalah kegemukan sendiri bisa menjadi sangat kompleks sehingga tak cukup hanya dikaitan dengan urusan kuantitas makan dan kuantitas olahraga. Ada aspek genetik, kondisi hormonal dan aspek eksternal lain yang memberi pengaruh terhadap masalah berat badan.

3. Lemak jenuh dan lemak trans itu sama

Kebanyakan dari kita memang sebenarnya cukup awam untuk bisa membedakan apa itu lemak jenuh dan apa itu lemak trans. Hingga pada akhirnya kita menarik kesimpulan bahwa keduanya sebenarnya sama. Jangan kita yang awam, banyak kalangan medis konvensional juga berpandangan sama dengan mengkategorikan keduanya sebagai lemak jahat.

Padahal sebenarnya, lemak trans dan lemak jenuh tidak sama, aspek bahaya dari lemak trans jauh di atas lemak jenuh. Bahkan dalam beberapa pandangan modern lemak jenuh tidak sepenuhnya berbahaya. Ini dijelaskan dalam The Journal of Nutrition tahun 2005 dalam jurnal “Consumption of Trans Fatty Acids Is Related to Plasma Biomarkers of Inflammation and Endothelial Dysfunction”.

4. Protein menyebabkan osteoporosis

Selama ini dipercaya bahwa ketika Anda mengonsumsi banyak protein maka kadar asam dalam darah akan meningkat. Karenanya tubuh akan menarik banyak kalsium dari tulang untuk menetralisir kadar asam. Kondisi ini diyakini dapat meningkatkan risiko osteoporosis.

Dalam riset teranyar info kesehatan ini tidak dibantah. Hanya saja dipastikan sebenarnya tidak cukup serius sampai bisa memicu osteoporosis. Kondisi ini hanya bisa berlaku pada mereka yang menginjak usia manula. Seiring dengan kemampuan ginjal yang pada umumnya juga menurun untuk menghadapi asupan protein dalam kadar tinggi.

Penjelasan mengenai hal ini bisa Anda temukan dalam Current Opinion in Lipidology—National Institutes of Health tahun 2011 pada jurnal “Dietary protein and skeletal health: a review of recent human research”.

5. Diet rendah karbohidrat berbahaya

Diet yang kebanyakan orang awam kenal adalah diet rendah lemak, namun belakangan sebenarnya diet rendah karbohidrat ternyata justru dianggap lebih relevan. Hanya saja, pada awal pengenalannya, sejumlah pakar memberi pandangan bahwa diet rendah karbohidrat bisa berbahaya bahkan menyebabkan sejumlah risiko termasuk risiko masalah jantung.

Namun sejak awal 2000-an tak kurang dari 20 riset membuktikan diet rendah karbohidrat sebenarnya aman. Dalam Obesity Reviews tahun 2012, “Systematic review and meta-analysis of clinical trials of the effects of low carbohydrate diets on cardiovascular risk factors”, dijelaskan bahwa justru diet rendah karbohidrat yang dijalankan dalam jangka pendek dapat menekan risiko penyakit jantung.

Anda hanya disarankan untuk menjalankan diet satu ini dengan memastikan kadar karbohidrat tidak terlalu rendah, atau menjalankan diet ketat rendah karbohidrat hanya dalam jangka pendek. Diet ini juga diakui baik untuk mencegah dan mengatasi diabetes, keluhan syaraf termasuk epilepsi dan sejumlah masalah metabolisme.

6. Kerang adalah makanan sehat

Kerang memang benar mengandung banyak sekali sumber mineral terutama selenium, zink dan zat besi. Kandungan vitamin E dan vitamin B kompleks di dalamnya juga sangat tinggi. Jangan lupa bahwa kadar asam amino essensial dan asam lemak omega tiga dalam kerang juga menjadi salah satu yang tertinggi. Jadi tidak salah kalau sejak dulu kerang diakui sebagai salah satu sumber makanan terbaik.

Disebut sebagai sumber makanan sehat terbaik, memang tidak dibantah oleh banyak kalangan, bahkan hingga kini. Hanya saja ternyata bicara soal polutan dan radikal bebas, kerang menyimpan polutan dalam tubuhnya dengan kadar yang bisa sangat tinggi.

Malah dalam sejumlah resume dikatakan kadar toksin dalam daging kerang bisa hampir serupa dengan kadar toksin yang ada dalam air dimana dia hidup. Ini karena kerang tidak memiliki sistem filter, termasuk hati dan ginjal yang dapat membantu menarik toksin keluar dan menetralisir toksin.

Daya tahan tubuh kerang terhadap toksin sangat tinggi, jadi mereka toleran dengan kadar toksin tinggi termasuk ketika toksin berada dalam tubuhnya. Jadi bila Anda mendapatkan kerang dari sumber-sumber dengan kadar toksin dalam air yang tinggi, maka besar kemungkinan efek radikal bebas dari kerang jauh lebih mengkhawatirkan dari manfaat nutrisinya.

Bukan lantas mengatakan Anda tidak boleh makan kerang, hanya pastikan Anda memilih sumber yang sehat dan bebas radikal bebas. Dengan demikian kerang bisa Anda serap manfaatnya tanpa membahayakan kesehatan.

7. Minyak jagung dan minyak kedelai itu sehat

Di awal tahun 90-an, Anda dikenalkan dengan konsep minyak jagung dan minyak kedelai yang diklaim sebagai minyak sehat, rendah kolesterol dan lebih aman dari minyak kelapa sawit.

Sebenarnya sumber isu ini adalah kandungan asam lemak omega 6 yang relatif tinggi pada jenis minyak kedelai dan minyak jagung. Memang asam lemak omega 6 termasuk dalam kategori lemak tak jenuh yang sehat. Tetapi kadar kolesterolny relatif tinggi dan tidak termasuk kategori HDL yang baik, sebagian dari kandungannya masih LDL.

Jadi meski dalam jangka pendek memang menekan risiko penyakit jantung, sebenarnya dalam jangka panjang pengaruhnya sama dengan lemak trans dan lemak jenuh. Dalam National Institutes of Health pada tahun 2013 dengan tajuk “Use of dietary linoleic acid for secondary prevention of coronary heart disease and death: evaluation of recovered data from the Sydney Diet Heart Study and updated meta-analysis”.

Dunia kesehatan masih akan berkembang, dengan sejuta riset dan temuan-temuan baru yang akan mengungkap banyak fakta-fakta baru. Mari kita nantikan fakta baru apa yang akan terungkap dan membantu kita menemukan cara terbaik untuk menjadi lebih sehat.

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Cindy Wijaya seorang editor dan penulis beragam artikel kesehatan. Ia senang meriset dan berbagi topik-topik kesehatan dan pemanfaatan herbal. Tinggal di Bogor “kota hujan” sehingga mencintai suasana hujan dan sering mendapat inspirasi ketika hujan. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}