Amankah Makanan Hasil Rekayasa Genetika?


By Cindy Wijaya

Pernah mendengar istilah makanan GMO? Mungkin bagi kita akan lebih mudah untuk dipahami kalau istilah ini diganti dengan ‘rekayasa genetika’. Ya, GMO singkatan dari Genetically Modified Organism yang dalam bahasa Indonesia lazim diterjemahkan sebagai rekayasa genetika.

Lalu apa itu makanan GMO? Makanan GMO adalah semua jenis makanan yang menggunakan bahan baku dari jenis tanaman yang sudah dikembangbiakan dengan metode rekayasa genetika. Proses rekayasa ini ditujukan untuk menghasilkan tanaman bibit unggul.

Anda pasti sudah pernah dengar tentang bibit unggul, kan? Bibit ini sanggup menghasilkan tanaman yang lebih baik dari indukannya, baik dari segi produktivitasnya maupun dari ketahanannya terhadap hama, suhu, atau kondisi tanah tertentu. Kadang proses rekayasa genetika ini bertujuan agar mendapatkan hasil produk yang lebih menjual, lebih bernutrisi, atau lebih menarik. Seperti buah tanpa biji, buah dengan warna yang lebih segar, hingga kacang-kacangan dengan kadar vitamin lebih tinggi.

Anda bisa saja membeli jenis makanan organik. Tapi jenis makanan organik sekalipun tak menjamin akan bebas proses rekayasa genetika. Tak sedikit produk sayuran atau buah organik yang berasal dari bibit proses GMO.

Masalah makanan GMO ini memang masih sangat kontroversial. Di satu sisi, keberadaan prosedur ini diyakini sangat dibutuhkan. Dunia mengalami krisis makanan—jumlah manusia yang perlu diberi makan lebih banyak dari jumlah makanan yang dihasilkan. Jelaslah GMO bisa menjadi jawaban, karena menghasilkan tanaman yang dapat dikembangkan tanpa mengenal musim. Dengan begitu panen jadi lebih cepat dan jumlah produksi lebih banyak.

Di sisi lain, demi alasan kebutuhan nutrisi, sejumlah jenis buah, sayur, juga kacang-kacangan dan biji-bijian, akan diberikan tambahan nutrisi. Misalnya tambahan kadar protein atau jenis vitamin tertentu. Ini dianggap sebuah jawaban dari masalah rendahnya nutrisi pada banyak populasi manusia.

GMO juga kerap dilakukan demi meningkatkan nilai jual produk sayuran atau buah tersebut. Seperti untuk mendapatkan produk buah bebas biji atau berwarna lebih kuat. GMO sendiri bisa terjadi pada beragam jenis tanaman konsumsi, mulai dari kacang kedelai, jagung, beras, sampai aneka buah dan sayuran.

Namun rupanya produk makanan GMO juga mendapatkan tentangan dari sejumlah pihak. Prosedur ini dianggap merusak struktur DNA murni dari tanaman, dan disinyalir juga bisa menyebabkan masalah pada DNA tubuh manusia.

Produk makanan GMO belakangan mulai dihindari oleh masyarakat. Alasannya karena mereka khawatir kalau makanan ini berakibat buruk pada kesehatan. Sejumlah asumsi dan pandangan bermunculan berkaitan dengan bahaya serta risiko dari GMO. Beberapa kekhawatiran dengan makanan rekayasa genetika diungkap dalam Healthline.com, seperti yang akan kami jelaskan berikut ini.

1. Meningkatkan Kerentanan terhadap Alergi

Alergi merupakan salah satu keluhan yang mengalami ledakan pasien di seluruh dunia belakangan ini. Di Amerika Serikat sendiri terdata adanya kenaikan hingga 5,1 persen sejak tahun 2009. Kecurigaan salah satunya jatuh kepada makanan GMO yang dikhawatirkan memicu keluhan alergi.

Menurut riset dari Harvard University, sebenarnya secara umum tidak ada kaitan antara rekayasa genetika pada tanaman dengan efek alergi. Sebuah riset yang dijalankan dalam pengawasan Harvard membuktikan bahwa tanaman GMO tidak memberi pengaruh pada alergi.

Hanya saja, beberapa kasus alergi memang bisa dikaitkan dengan GMO. Ketika sebuah tanaman yang normalnya tidak memberi efek alergi dikawinkan silang dan direkayasakan dengan jenis tanaman yang memiliki efek alergi, bisa saja ini menghasilkan tanaman baru pembawa alergi.

Sebuah kasus ditemukan pada jenis tanaman kedelai hasil rekayasa genetika yang ternyata melibatkan sebagian DNA dari jenis kacang Brazil. Kacang Brazil sendiri merupakan pembawa faktor alergi, sehingga pada akhirnya tanaman kedelai hasil rekayasa genetika ini terbukti memicu alergi.

Informasi jelas mengenai kasus ini dijelaskan secara detail dalam sebuah jurnal The New England Journal of Medicine tahun 1996 yang bertajuk ‘Identification of a Brazil-Nut Allergen in Transgenic Soybeans.’

2. Kebal terhadap Antibiotik

Sekalipun ini belum dibuktikan secara ilmiah dan belum ada riset yang berhasil memastikan, beberapa pihak menduga makanan rekayasa genetik akan memberi tubuh efek resisten (kebal) terhadap antibiotik tertentu. Masalahnya, bila ini benar maka tentu saja akan sangat berbahaya, karena tubuh seseorang sesekali butuh kinerja antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Alasan dugaan ini berdasarkan pada fakta bahwa sejumlah pakar rekayasa genetika sering menggunakan penerapan antibiotik tertentu atau malah penggunaan protein bakteri tertentu dalam proses pembuatan produk bibit GMO.

Sebuah riset di University of Newcastle memang mendapati adanya pengaruh perubahan DNA pada jenis kedelai GMO terhadap bakteri dalam tubuh sehingga membuatnya mengalami perubahan karakter, termasuk masalah resistensi terhadap imunitas. Hanya saja kemunculannya oleh sebagian besar pakar masih tergolong kecil dan tidak berdampak.

3. Masalah Toksin dan Kerusakan Organ

Para penggiat anti GMO mengklaim ada bukti akurat bahwa GMO akan membawa efek toksin akibat pelepasan beberapa jenis senyawa protein asing yang tidak dapat diolah tubuh. Pelepasan ini merusak fungsi organ, terutama hati dan ginjal. Salah satu bukti yang mereka ajukan adalah riset dengan sampel tikus yang diklaim terbukti mengalami efek keracunan dan masalah kerusakan organ serius pasca beberapa bulan mengonsumsi makanan GMO.

Namun dalam ulasan Harvard University diungkapkan bagaimana sebuah riset meneliti tikus yang mendapatkan asupan makanan GMO dan non GMO selama tiga tahun. Hasil menunjukan tidak ada perbedaan antara tikus yang mendapatkan makanan GMO dan makanan non GMO.

Dalam ulasan ini juga diketahui bahwa riset yang melibatkan manusia sedang dijalankan untuk mencermati bagaimana pengaruh GMO terhadap kesehatan manusia secara keseluruhan. Masih diperlukan riset lebih dalam untuk bisa memastikan GMO atau rekayasa genetika memang aman dan bebas toksin.

4. Dapat Memicu Kanker

Sebenarnya ini masih berkaitan dengan poin ketiga di atas, dimana tanaman yang merupakan hasil rekayasan genetika dicurigai memiliki efek toksin. Toksin sendiri memiliki karakter radikal bebas dan mampu mengoksidasi sel. Sel rusak akibat oksidasi ini bisa berkembang lebih jauh menjadi sel kanker bila diabaikan.

Kanker sendiri sebenarnya secara umum baru akan terjadi setelah paparan efek oksidasi yang sangat berat seperti efek radioaktif atau oksidasi ringan yang sangat panjang. Itu sebabnya pasien kanker kebanyakan adalah kaum lansia. Inilah yang sedikit menyulitkan karena tren penggunaan makanan GMO baru berjalan dalam 1 – 2 dekade ini, yang artinya belum sepenuhnya terlihat efek jangka panjangnya.

Pandangan soal bagaimana pengaruh makanan GMO terhadap pembentukan kanker juga terbagi menjadi dua. Pertama, beberapa pakar melihat belum ada bukti akurat yang memperlihatkan pengaruh makanan GMO terhadap kanker.

Sedangkan pandangan kedua mengakui adanya bukti dari riset yang dijurnalkan dalam Enviromental Sciences European tahun 2014 dengan judul ‘Long-term toxicity of a Roundup herbicide and a Roundup-tolerantgenetically modified maize.’ Hanya saja banyak pakar menganggap riset ini belum mampu menghadirkan dasar data yang kuat.

Jadi bagaimana menurut Anda? Apakah makanan berbahan baku GMO bisa dikatakan aman atau malah berbahaya? Sejumlah pakar kesehatan independen, termasuk Dr. Oz dalam salah satu ulasannya mengatakan ada baiknya berhati-hati dengan makanan GMO.

Sebuah bukti, meski banyak dianggap tidak relevan, membuktikan bahwa makanan GMO bisa meninggalkan jejak ketidaknormalan DNA-nya dalam tubuh kita. Jika benar, jelaslah ini harus Anda waspadai. Akan tetapi, sejauh ini kebanyakan pakar masih melihatnya sebagai jejak kecil yang tidak perlu dikhawatirkan.

Masalah ini memang rumit, apalagi di Indonesia sulit untuk membedakan mana makanan GMO dan mana yang bukan. Malah boleh dikatakan hampir semua jenis sumber makanan pokok di Indonesia adalah produk GMO. Mengingat kerasnya upaya kita dalam memenuhi kebutuhan pangan, salah satunya dengan penyebaran bibit unggul seoptimal mungkin. Sedangkan jenis makanan yang bukan dari bibit unggul juga relatif sulit dideteksi.

Salah satu cara terbaik untuk menanggulangi potensi bahayanya adalah dengan mengonsumsi jenis produk antioksidan yang bersifat netral, bebas GMO, dan terbukti efektif mengatasi endapan toksin, residu hasil metabolisme, dan sejumlah aspek radikal bebas lain. Seperti dengan mengonsumsi Noni Juice atau jenis herbal Sarang Semut yang terbukti tinggi flavonoid. Senyawa ini adalah sejenis antioksidan yang paling efektif mengatasi radikal bebas dan mencegah oksidasi sel.

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Cindy Wijaya seorang editor dan penulis beragam artikel kesehatan. Ia senang meriset dan berbagi topik-topik kesehatan dan pemanfaatan herbal. Tinggal di Bogor “kota hujan” sehingga mencintai suasana hujan dan sering mendapat inspirasi ketika hujan. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}