Depresi

DITULIS OLEH:
Cindy Wijaya 

Januari 26, 2018


Depresi secara medis dikategorikan sebagai gangguan mental, dimana masalah ini disebut gangguan depresi mayor. Seorang yang mengalaminya akan merasakan beragam gejala yang berpengaruh pada kehidupan sosial, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan orang lain, dan segi-segi lain dari kehidupannya.

Dalam artikel ini Anda akan memperoleh informasi mengenai penyebab depresi yang perlu diwaspadai, gejala-gejala yang harus diperhatikan, dan cara mengatasinya. Mari kita perhatikan ulasannya yang khususnya berguna bagi Anda yang peduli dengan kesehatan emosi diri sendiri maupun orang terdekat.

Arti Depresi

Depresi adalah gangguan mental yang dapat dialami siapa pun. Gangguan mental ini mengubah cara Anda berpikir, merasakan sesuatu, dan melakukan kegiatan sehari-hari. Juga bisa mengganggu kemampuan Anda untuk bekerja, belajar, makan, tidur, dan menikmati hidup.

Perasaan putus asa, tidak berdaya, dan tidak berguna dapat menjadi sangat berat dan tak ada habisnya, dan hanya ada sedikit, atau bahkan tidak ada, perasaan tenang. Ada yang bilang itu seperti “hidup dalam lubang hitam” atau merasa ada malapetaka yang akan datang. Sedangkan yang lainnya merasa ‘hampa’, tidak ada semangat, dan acuh tak acuh. Ada juga yang bisa merasa marah dan gelisah, terutama para laki-laki.

Tidak soal bagaimana perasaan Anda, ingatlah bahwa jika diabaikan depresi dapat berkembang menjadi gangguan kesehatan yang serius. Dan ingat juga bahwa perasaan putus asa dan tak berdaya hanyalah gejala-gejala—bukan keadaan Anda yang sebenarnya. Ada begitu banyak yang bisa dilakukan untuk memperbaiki perasaan Anda dan memulihkan sukacita Anda.

• Yang Dirasakan oleh Orang yang Depresi

Orang yang depresi tidak selalu memiliki cara berpikir yang sama dengan orang sehat. Ketidakseimbangan senyawa tersebut dapat membuat seseorang tidak sanggup memahami bahwa ada solusi-solusi untuk meringankan penderitaannya. Banyak orang yang depresi mengaku merasa seperti sudah tidak mampu lagi untuk mengharapkan masa depan yang lebih baik, atau untuk mengingat kenangan-kenangan masa lalu yang menyenangkan.

Sering kali mereka tidak sadar bahwa penderitaan yang mereka alami itu sebenarnya bisa diatasi, dan mungkin tidak pernah terpikirkan bagi mereka untuk mencari bantuan. Kepedihan emosi, bahkan fisik, mereka bisa menjadi terasa tak tertahankan.

Mereka tidak mau mati, tapi mereka merasa bahwa itulah satu-satunya jalan untuk berhenti merasa menderita. Pemikiran itu jelas tidak masuk akal bagi orang yang mentalnya sehat. Mereka tidak memilih untuk sakit secara mental—sama seperti seseorang tidak pernah mau sakit kanker atau diabetes—tetapi ini adalah penyakit yang benar-benar bisa diobati.

Penyebab Depresi

Gangguan mental ini bisa terjadi pada siapa saja—bahkan pada seseorang yang kelihatannya hidup dalam keadaan-keadaan yang relatif ideal. Berikut adalah beberapa faktor penyebab depresi:

  • Senyawa dalam otak: Perbedaan atau ketidakseimbangan pada sejumlah senyawa di dalam otak dapat menimbulkan gejala-gejala depresi
  • Genetik: Contohnya, jika seorang yang kembar mengalami depresi, maka kembarannya mempunyai 70 persen risiko lebih besar untuk juga mengalami depresi pada suatu masa di kehidupannya
  • Kepribadian: Orang yang rendah diri, yang gampang terbebani oleh stres, atau yang sering pesimis tampaknya lebih cenderung menderita depresi
  • Faktor lingkungan: Terlalu sering mendengar, melihat, atau mengalami kejahatan, keadaan diabaikan, kekerasan atau kemiskinan bisa membuat beberapa orang lebih rentan terhadap gangguan mental ini

• Hubungan antara Senyawa Otak dengan Depresi

Pada dasarnya, prosesnya seperti ini: saraf-saraf di otak kita tidak saling bersentuhan, mereka hanya saling berkirim pesan-pesan melalui senyawa bernama neurotransmitter. Kita hanya butuh senyawa ini dalam jumlah secukupnya di antara saraf-saraf untuk bisa mengirimkan ke saraf lain pesan yang isinya sama persis.

Jika terjadi ketidakseimbangan jumlah senyawa ini, pesan tidak dapat disampaikan dengan benar dan jika itu terjadi, maka bisa mengakibatkan gejala depresi. Dalam kasus gangguan mental ini, senyawa-senyawa neurotransmitter yang sering tidak seimbang jumlahnya adalah serotonin dan norepinefrin.

Apakah Anda Depresi?

Diagnosis dan pengobatan depresi hanya bisa dilakukan oleh dokter, atau ahli kesehatan mental seperti seorang psikolog, pekerja sosial, atau psikoterapis. Tetapi, jika kita mengenali dan mengindahkan gejala-gejalanya, kita bisa membantu para ahli tersebut agar lebih baik lagi dalam mengobati gangguan mental ini.

Ingatlah: Masalah kesehatan lain juga bisa menimbulkan keluhan-keluhan yang menyerupai gejala depresi. Karena itu dibutuhkan pemeriksaan medis lengkap demi memastikan penyebab sebenarnya dari gejala-gejala tersebut.

Adalah sesuatu yang wajar jika kita merasakan beberapa gejala itu dari waktu ke waktu, tapi kalau kita mengalami gejala-gejala itu selama lebih dari 2 – 3 minggu, boleh jadi itu adalah tanda-tanda dari depresi atau gangguan mental lainnya.

Ingatlah, Anda harus mencari bantuan ahli medis untuk memperoleh diagnosis yang akurat. Silakan klik mental health yang mengarahkan Anda ke situs web luar dan hanya sebagai bantuan bagi Anda untuk menentukan apakah perlu bicara dengan dokter atau ahli kesehatan lain mengenai apa yang Anda rasakan akhir-akhir ini.

Gejala-Gejala Depresi

Tidak semua orang yang depresi akan menunjukkan seluruh gejalanya atau mengalaminya dalam taraf atau tingkat keparahan yang sama. Jika seseorang mengalami empat gejala atau lebih, selama lebih dari dua minggu, segeralah bicara dengan seorang dokter atau ahli kesehatan mental.

Walaupun gejala-gejala di bawah ini secara umum mencirikan gangguan depresi mayor, namun ada gangguan-gangguan mental lain yang juga punya ciri-ciri serupa: gangguan bipolar, gangguan kecemasan, atau gangguan ADD atau ADHD.

• Gejala Depresi pada Orang Dewasa

  • Mood yang terus-menerus galau atau “hampa”
  • Merasa putus asa, putus harapan, tidak berharga, pesimis, dan/atau merasa bersalah
  • Menyalahgunakan zat atau obat tertentu
  • Merasa lelah atau tidak lagi berminat untuk melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk melakukan seks
  • Perubahan pada kebiasaan makan dan tidur
  • Gampang tersinggung, sering menangis, serangan (tiba-tiba menjadi) cemas atau panik
  • Timbul pikiran-pikiran bunuh diri; merencanakan atau mencoba bunuh diri
  • Keluhan-keluhan fisik atau rasa sakit yang terus dirasakan dan tidak membaik meski diobati

• Gejala Depresi pada Anak-Anak

  • Berat badannya susah naik (bukan karena penyakit)
  • Tidak tertarik untuk bermain
  • Gelisah, terlalu sensitif terhadap suara atau sentuhan
  • Kesulitan-kesulitan saat makan atau tidur
  • Kemarahan tak terkendali disertai tingkah agresif atau merusak, mungkin memukul diri sendiri atau orang lain, menendang atau menggigit diri sendiri, atau membenturkan kepala
  • Melukai binatang
  • Terus-menerus tidak mau menurut
  • Gampang menyerah, sering menangis, rendah diri, terlalu sensitif
  • Tidak mampu memperhatikan, mengingat, atau membuat keputusan, gampang tersimpangkan, pikirannya kosong
  • Energinya naik-turun, dari lesu hingga sangat aktif
  • Mengompol, sembelit, diare
  • Impulsif (hanya menuruti dorongan sesaat), gampang celaka
  • Terus-menerus khawatir & takut, tidak mau lepas dari orang tua, tiba-tiba panik
  • Sangat pemalu
  • Bicara & gerakannya lamban
  • Bicaranya tidak jelas—susah untuk mengerti ketika dia menceritakan sesuatu, dsb
  • Keluhan-keluhan fisik misalnya pusing, sakit kepala, sakit perut, sakit tangan atau kaki, menggigit kuku, menarik-narik rambut atau bulu mata (bukan karena penyakit)
  • Bercerita tentang bunuh diri atau mencoba bunuh diri

• Gejala Depresi pada Remaja

  • Mengeluhkan gejala-gejala seperti pusing, sakit kepala, sakit perut, sakit leher, sakit tangan atau kaki karena tegang otot, gangguan pencernaan (bukan karena penyakit)
  • Terus-menerus tidak bahagia, bersikap negatif, gampang tersinggung
  • Kemarahan tidak terkendali atau ledakan-ledakan emosi
  • Terlalu keras pada diri sendiri, merasa bersalah tanpa sebab, rendah diri
  • Tidak mampu konsentrasi, berpikir lurus, mengingat, atau membuat keputusan, tidak mau belajar di sekolah atau tidak mampu mengerjakan PR
  • Bicara atau gerakannya melambat atau ragu-ragu, atau bertingkah gelisah (kecemasan)
  • Kurang bertenaga, selalu lelah, lamban
  • Perubahan pada selera makan, berat badan naik/turun drastis, atau kelainan kebiasaan makan
  • Terus-menerus khawatir, takut berlebihan
  • Berkutat pada bacaan, musik, gambar, pembicaraan yang berkaitan dengan kematian, tertarik pada senjata api/pisau
  • Keinginan, rencana, atau mencoba untuk bunuh diri

Pahamilah perbedaan antara perkembangan emosi yang normal pada anak-anak dan remaja dengan apa yang bisa menjadi tanda-tanda gangguan mental.

• Gejala Depresi pada Lansia

  • Sering mengeluh sakit (di punggung, perut, tangan, kaki, kepala, dada), kelelahan, gerakan dan bicara melambat, tidak selera makan, susah tidur, berat badan naik/turun, penglihatan buram, pusing, detak jantung cepat
  • Tidak mampu konsentrasi, mengingat, atau berpikir lurus (kadang mirip gejala demensia). Kesedihan atau sikap acuh tak acuh, mengasingkan diri; tidak mampu menikmati apa pun
  • Gampang tersinggung, mood berubah-ubah atau terus mengeluh
  • Bilang bahwa dia tidak berguna, tidak dibutuhkan lagi, merasa bersalah yang berlebihan dan tak beralasan
  • Sering pergi ke dokter tetapi keluhannya tidak membaik; semua tes kesehatannya normal
  • Kecanduan alkohol
  • Merasa tidak butuh tidur
  • Gelisah, tidak sabaran, tidak bisa diam. Energinya meningkat, atau tidak bisa pelan-pelan
  • Pikirannya kacau, gampang tersimpangkan
  • Bicara atau ketawanya cepat
  • Punya ide-ide yang muluk, kreativitas meningkat
  • Terlalu semangat, euforia, ceroboh
  • Sangat mudah tersinggung
  • Gairah seksual meningkat, perilaku seksual yang tidak wajar
  • Tidak bisa memutuskan dengan benar, mengikuti dorongan sesaat, foya-foya
  • Bertingkah memalukan
  • Berkhayal, tidak rasional, halusinasi

Banyak orang menganggap bahwa wajar saja jika seorang lansia merasakan perasaan-perasaan negatif. Kesalahpahaman ini berbahaya. Kalau Anda merasa bahwa seorang lansia sedang menderita gangguan depresi, maka dia harus secepatnya mendapatkan pemeriksaan medis lengkap.

Depresi Beda dengan Kesedihan atau Rasa Duka

Meninggalnya orang yang disayangi, kehilangan pekerjaan, atau hancurnya suatu hubungan adalah pengalaman-pengalaman yang sulit untuk kita hadapi. Wajar saja jika berkembang perasaan-perasaan sedih atau berduka sebagai tanggapan atas situasi-situasi semacam itu. Mereka yang merasa kehilangan sering kali menganggap diri mereka sedang “depresi”.

Tetapi, menjadi sedih tidaklah sama dengan memiliki depresi. Proses berduka itu alamiah dan berbeda-beda pada setiap orang dan bisa terlihat mirip dengan gejala depresi. Rasa duka maupun depresi mungkin sama-sama melibatkan kesedihan mendalam dan kehilangan minat untuk kegiatan sehari-hari. Tapi mereka juga sangat berbeda.

  • Pada kesedihan, perasaan-perasaan menyakitkan muncul naik-turun, seringnya bercampur dengan kenangan-kenangan manis dari orang yang meninggal. Pada depresi mayor, mood dan/atau minat (kemampuan untuk menikmati) akan menurun hingga hampir dua minggu.
  • Pada kesedihan, harga diri biasanya masih ada. Pada depresi mayor, perasaan tak berharga dan benci diri sendiri lebih umum terjadi.
  • Bagi beberapa orang, kematian orang yang disayangi bisa memicu depresi mayor. Ada juga orang-orang yang depresi akibat kehilangan pekerjaan atau menjadi korban kekerasan fisik atau bencana besar. Ketika kesedihan dan depresi sama-sama timbul, maka kesedihannya jadi lebih parah dan lebih lama daripada kesedihan tanpa depresi.

• Pahamilah Perbedaannya

Meskipun ada persamaan, tetapi kesedihan dan depresi tetap berbeda. Kalau bisa mengerti perbedaan antara keduanya, kita bisa membantu orang untuk mendapatkan bantuan, dukungan, atau pengobatan yang dibutuhkannya.

Cara Mengatasi Depresi

Gangguan mental ini adalah salah satu diantara jenis-jenis penyakit yang paling bisa diobati. Antara 80 sampai 90 persen penderita depresi pada akhirnya berhasil membaik karena mendapat pengobatan. Hampir semua pasien akan merasakan pemulihan dari gejala-gejala mereka.

Sebelum diagnosis atau pengobatan, seorang ahli kesehatan harus melakukan pemeriksaan medis lengkap, termasuk melakukan tanya-jawab dan mungkin pemeriksaan fisik. Adakalanya diperlukan tes darah untuk memastikan bahwa gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh penyakit seperti gangguan tiroid.

Tujuan dari pemeriksaan adalah untuk mengenali gejala-gejala yang spesifik, riwayat medis pribadi dan keluarga, faktor-faktor budaya dan lingkungan, agar dapat diperoleh diagnosis serta rencana penanganan yang tepat.

• Obat-obatan:

Senyawa otak dapat memicu depresi pada sebagian orang dan memengaruhi pengobatan mereka. Untuk alasan ini, mungkin diresepkan obat antidepresan guna ‘memperbaiki’ senyawa otak tersebut. Obat-obatan ini bukanlah obat penenang atau dopping. Dan tidak menimbulkan kecanduan. Umumnya obat antidepresan tidak memiliki efek stimulasi pada orang yang tidak depresi.

Antidepresan dapat menghasilkan beberapa perbaikan dalam waktu 1 – 2 minggu pertama. Manfaat sepenuhnya mungkin tidak terasa hingga 1 – 3 bulan. Jika pasien merasa hanya ada sedikit atau tidak ada perbaikan setelah beberapa minggu, dokter yang menangani dapat mengubah dosisnya atau menambah atau menggantinya dengan obat lain. Adakalanya jenis obat lain lebih efektif. Penting untuk memberitahu dokter Anda jika obat itu tidak ada pengaruhnya atau jika Anda mengalami efek samping tertentu.

Dokter biasanya menganjurkan untuk terus minum obat selama 6 bulan atau lebih, meskipun gejala-gejalanya sudah membaik. Perawatan jangka panjang mungkin disarankan untuk mengurangi kemungkinan kambuh bagi orang-orang yang tampaknya punya risiko tinggi.

• Psikoterapi:

Psikoterapi, atau terapi psikologis, atau “terapi bicara”, kadang digunakan sebagai metode pengobatan depresi ringan. Untuk kasus sedang hingga berat, psikoterapi sering digunakan sebagai perawatan kombinasi dengan pengobatan antidepresan.

Terapi perilaku kognitif telah menunjukkan hasil positif dalam mengatasi depresi. Ini adalah jenis terapi yang fokusnya untuk mencari solusi atas masalah saat ini. Terapi ini membantu pasien untuk mengenali cara berpikirnya yang menyimpang, lalu mengubah cara perilaku serta berpikirnya.

Psikoterapi mungkin hanya melibatkan orang tersebut, tetapi bisa jadi orang lain juga dilibatkan. Misalnya, terapi bersama keluarga atau pasangan bisa membantu mengatasi masalah-masalah dalam hubungan mereka. Ada juga terapi kelompok yang melibatkan orang-orang dengan gangguan serupa.

Bergantung pada keparahan dari gangguan mentalnya, pengobatan bisa berlangsung selama beberapa minggu atau lebih lama lagi. Dalam banyak kasus, perbaikan yang signifikan akan terlihat setelah 10 – 15 sesi terapi.

• Terapi Elektrokonvulsif:

Ini adalah pengobatan medis yang umumnya digunakan bagi pasien depresi mayor yang berat atau gangguan bipolar yang tidak dapat ditangani dengan jenis pengobatan lain. Terapi ini menggunakan stimulasi elektrik singkat ke otak sementara pasien di bawah pengaruh obat bius. Pasien biasanya menerima terapi 2 – 3 kali seminggu selama total 6 – 12 pengobatan.

Terapi ini telah digunakan sejak 1940-an, dan penelitian selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa ini menghasilkan perbaikan yang bagus. Biasanya terapi dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari para ahli kesehatan, termasuk seorang psikiater, ahli anestesi, dan perawat atau asisten dokter.

Pulih dari Depresi

Ada banyak hal yang bisa dilakukan orang untuk mengurangi gejala-gejala dari gangguan mental ini. Bagi banyak orang, mereka dibantu dengan rutin olahraga sehingga berpengaruh positif pada perasaan dan mood mereka. Mencukupi kebutuhan tidur setiap hari, makan makanan sehat, dan menghindari alkohol juga bisa membantu meringankan gejala-gejalanya.

Depresi adalah penyakit yang benar-benar ada, dan bisa diatasi. Dibantu dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, sebagian besar penderita gangguan mental ini telah berhasil menaklukkannya. Jika Anda merasakan gejala gangguan depresi mayor, maka langkah pertama yang bisa dilakukan adalah coba bicarakan itu ke dokter. Ceritakanlah kekhawatiran Anda dan mintalah pemeriksaan yang lengkap. Ini mungkin adalah langkah awal untuk lepas dari cengkeraman penyakit ini.

Demikianlah informasi tentang gangguan depresi mayor. Dapatkan ulasan lainnya terkait dengan gangguan mental ini, yaitu tentang: penyebab depresi, gejala depresi, pencegahan depresi, pengobatan depresi, dan cara mengatasi depresi. Nantikan juga artikel menarik lain seputar informasi kesehatan, tips kesehatan, dan pengobatan alternatif hanya di Deherba.com.

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Cindy Wijaya seorang editor dan penulis beragam artikel kesehatan. Ia senang meriset dan berbagi topik-topik kesehatan dan pemanfaatan herbal. Tinggal di Bogor “kota hujan” sehingga mencintai suasana hujan dan sering mendapat inspirasi ketika hujan. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}