• Home
  • Blog
  • Chitosan
  • Manfaat Chitosan: Mengatasi Gangguan Pencernaan, Anti Toksin, Hingga Suplemen Anemia

Manfaat Chitosan: Mengatasi Gangguan Pencernaan, Anti Toksin, Hingga Suplemen Anemia


By Cindy Wijaya

Chitosan, mungkin lebih dikenal sebagai elemen chitin, adalah bagian penting dari kulit keras cangkang hewan-hewan krustasea seperti udang, lobster, kepiting, dan kerang.

Secara tradisional chitosan dimanfaatkan sebagai pengawet pada jenis makanan olahan seafood, ditambahkan pada proses pembumbuan ikan asap dan ikan yang dikeringkan seperti ikan asin karena kemampuannya dalam membantu mengawetkan makanan.

Dilihat dari sisi kesehatan, chitosan juga memiliki sederet manfaat yang cukup bikin kagum. Kami sudah mengulas sebagian dari manfaat chitosan pada artikel bagian pertama. Sekarang mari kita ulas sejumlah manfaat chitosan lain yang juga tak kalah menarik. Beberapa riset terbaru mengungkapkan lebih mendalam mengenai manfaat-manfaat berikut ini.

Melancarkan Pencernaan

Chitosan adalah sejenis serat tak larut, maka pasti ada manfaat positif bagi sistem pencernaan. Pada dasarnya serat terbagi menjadi serat larut dan tidak larut. Bila serat larut bekerja sebagai penarik air dan membantu melunakan feses, maka serat tidak larut berguna untuk menambah massa dan memberi dorongan alami pada usus besar.

Keduanya berperan membantu menarik sisa-sisa makanan yang masih melekat pada dinding usus dan mengeluarkannya bersama feses. Chitosan juga membantu memudahkan buang air besar. Dengan mengonsumsi serat larut dan tidak larut secara seimbang, maka pencernaan menjadi lebih bersih sehingga dinding-dinding usus lebih efektif menyerap nutrisi. Sekaligus mencegah penyerapan toksin oleh dinding usus dan mencegah terjadinya sembelit.

Mengatasi Penyakit pada Pencernaan

Selain berfungsi membantu melancarkan pencernaan, ternyata penggunaan chitosan juga baik untuk masalah gangguan pencernaan. Kemampuannya dalam mengatasi luka membantu mengatasi peradangan pada lambung dan usus, gastritis, juga penyakit crohn—suatu kondisi autoimun yang menyebabkan terbentuknya luka-luka erosi pada dinding usus.

Selain itu, chitosan terbukti menurunkan kadar homosistein pada usus. Mereka yang mengalami peradangan usus, termasuk penyakit crohn, akan mengalami kenaikan signifikan dari homosystein. Dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap fungsi sejumlah organ vital, masalah tulang, dan sejumlah keluhan lain. Bahkan menurut LifeExtension.com, senyawa asam amino ini juga bisa menyebabkan kanker.

Kemampuan chitosan dalam menurunkan kadar homosistein dijelaskan dalam sebuah jurnal yang dirilis oleh Carbohydrats Pollymers Journal tahun 2014 bertajuk ‘Synthesis and characterization of a novel chitosan-N-acetyl-homocysteine thiolactone polymer using MES buffer.’

Sebagai Anti Toksin

Dalam sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 2016 berjudul ‘Chitosan-Based Hydrogels: Functions and Applications’, karya peneliti asal Cina Kangde Yao, Junjie Li, Fanglian Yao, Yuji Yin, dijelaskan bahwa terdapat kemampuan anti toksin dalam chitosan.

Kemampuannya membantu tubuh mengatasi efek toksin yang dilepas oleh sejumlah jenis bakteri, juga membantu bekerja mengatasi asupan biotoksin yang terdapat pada sejumlah makanan. Meski tidak terlalu kuat, chitosan juga dapat mengurangi risiko oksidasi sel oleh senyawa dan partikel logam yang mengkontaminasi tubuh.

Studi lain yang diungkap pada jurnal Water Research tahun 2009 dengan tajuk ‘Preparation and evaluation of iron–chitosan composites for removal of As(III) and As(V) from arsenic contaminated real life groundwater’ membuktikan bahwa penambahan chitosan pada air akan mengurangi aspek toksin dari air, termasuk jenis toksin arsenik yang dikenal cukup kuat.

Pengungkapan lain juga membuktikan kinerja chitosan dalam membantu menetralisir kelebihan fluoride pada air yang dijelaskan dalam jurnal Journal of Analytical & Bioanalytical Techniques tahun 2016 dengan tajuk ‘Removal of Fluoride from Aqueous Solution Using Chitosan-Iron Complex.’

Menstimulasi Regenerasi Sel Saraf

Dalam studi yang diungkap pada International Review of Neurobiology tahun 2013 bertajuk ‘The use of chitosan-based scaffolds to enhance regeneration in the nervous system’, dijelaskan bahwa pemberian chitosan akan bermanfaat untuk menstimulasi proses perbaikan sel dan regenerasi sel pada sistem saraf, baik itu pada saraf pusat maupun saraf tepi. Bahkan chitosan mampu membantu terbentuknya sistem “self healing” atau penyembuhan mandiri pada sistem saraf.

Diharapkan dengan riset lebih mendalam, chitosan dapat mengambil peran dalam proses pencegahan dan penanganan demensia tahap awal. Juga diharapkan bisa berguna untuk penyembuhan kerusakan saraf akibat kecelakaan dan pada kasus stroke.

Mencegah Terjadinya Anemia

Ternyata dalam chitosan terdapat manfaat untuk membantu tubuh memperbaiki kualitas sel darah. Ini terkait dengan kemampuan chitosan dalam memudahkan penyerapan zat besi dan dengan lebih optimal. Di alam, chitosan mendorong terbentuknya kadar zat besi tinggi dalam tubuh hewan jenis krustasea.

Penjelasan kinerja chitosan terhadap zat besi bisa Anda lihat dalam publikasi Colloid and Surfaces A Phisicochemical and Engineering Aspect tahun 2015 dengan jurnalnya ‘Chitosan (or alginate)-coated iron oxide nanoparticles: A comparative study.’

Dijelaskan dalam jurnal International Journal of Pharmaceutical tahun 2015 dengan tajuk ‘In vivo application of chitosan to improve bioavailability of cyanocobalamin, a form of vitamin B12, following intraintestinal administration in rats’, bahwa penggunaan chitosan baik untuk meningkatkan daya serap usus terhadap vitamin B12.

Diketahui bahwa vitamin B12 (atau kobalamin) dan zat besi memiliki peran sangat besar dalam menjaga kualitas dan kuantitas dari sel darah merah. Yang artinya juga penting untuk mencegah dan mengatasi anemia.

Sebagai Pengawet Makanan Alami

Di beberapa negara, chitosan secara tradisional dimanfaatkan sebagai pengawet makanan. Ternyata sebuah riset juga sudah membuktikan secara empiris bagaimana manfaat chitosan dalam mengawetkan makanan tanpa efek samping.

Ini dijelaskan dalam publikasi World Academy of Science, Engineering and Technology tahun 2011 bertajuk ‘A Review on Application of Chitosan as a Natural Antimicrobial.’ Kemampuannya dalam menahan terbentuknya pertumbuhan mikroba dan jamur pada makanan awetan alami ini mencapai angka cukup tinggi hingga lebih dari 70 persen.

Itulah sejumlah manfaat chitosan, cukup mengagumkan ya? Tetapi di balik semua manfaatnya, Anda perlu berhati-hati dengan beberapa efek samping dan risiko yang mungkin ditimbulkan. Salah satunya adalah efek sampingnya bagi orang-orang yang alergi seafood—ini jelas karena chitosan berasal dari cangkang hewan seafood.

Ada juga efek samping lain yang dapat muncul akibat konsumsi chitosan. Anda perlu memahami apa saja dampak negatif yang mungkin akan dialami sebelum memutuskan mengonsumsinya. Untuk efek samping serta risiko konsumsi chitosan, silakan lihat pembahasannya di artikel selanjutnya.

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Cindy Wijaya seorang editor dan penulis beragam artikel kesehatan. Ia senang meriset dan berbagi topik-topik kesehatan dan pemanfaatan herbal. Tinggal di Bogor “kota hujan” sehingga mencintai suasana hujan dan sering mendapat inspirasi ketika hujan. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}