Efek Samping Pereda Nyeri terhadap Fungsi Seksual Pria

DITULIS OLEH:
Cindy Wijaya 


Sejak lama kita sudah mendengar mengenai peringatan beragam obat pereda nyeri. Selalu dikatakan bahwa kita tidak disarankan untuk mengonsumsi obat-obatan pereda nyeri ini secara reguler setiap hari. Kita perlu waspada akan efek samping yang dapat muncul pasca penggunaan obat pereda nyeri jangka panjang.

Kita tidak asing dengan sejumlah efek samping pereda nyeri, seperti pengaruhnya terhadap tekanan darah, detak jantung, hingga efeknya terhadap fungsi saraf. Bahkan ada fakta bahwa sejumlah obat pereda nyeri mengandung komponen asam dan unsur lain yang memicu terbentuknya masalah asam lambung dan tukak pada pencernaan.

Tumpas Kanker, Tumor, Kista Mulai 30 Hari Tanpa Kemoterapi dan Pembedahan?!
Redakan Rasa Sakit Menahun Anda dengan 'Obat Pereda Nyeri' Alami Ini!
Pria Dewasa, Mau ‘Keras & Tahan Lama’ untuk Bahagiakan Pasangan Anda?

Tetapi yang tidak banyak dikethaui orang adalah adanya pengaruh jenis pereda nyeri tertentu terhadap kesehatan pria. Efek samping pereda nyeri ini akan menurunkan fungsi seksual dan besar kemungkinan juga kesuburan pria. Ini karena ditemukan fakta adanya efek samping pereda nyeri jenis obat anti inflamasi non steroid yang memicu terjadinya hipogonadisme.

Apa Itu Hipogonadisme?

Hipogonadisme menurut Healthline.com adalah kondisi ketika kadar hormon seksual seseorang menurun. Pada wanita ini berarti kadar estrogen dan progesteron mereka yang terganggu. Sedangkan pada pria gangguan terjadi pada kadar testosteron yang berada di tingkat rendah.

Gangguan hipogonadisme ini dapat terjadi pada usia muda bahkan anak-anak. Ini berakibat pada gagalnya pertumbuhan dan pematangan organ seksual serta genital.

Pada wanita kondisi ini akan lebih mudah dikenali karena mereka akan sangat terlambat atau sama sekali tidak mendapatkan menstruasi. Pada pria, akan terlihat pada organ testis yang cenderung kecil, ereksi yang terganggu, dan pada umumnya sangat menurunkan libido.

Tetapi masalah ini juga dapat muncul di usia matang, dan biasanya terjadi akibat efek pola makan, aktivitas dan gaya hidup tidak sehat yang menyebabkan penurunan fungsi seksual yang disertai penurunan kuantitas dan kualitas sperma. Pada akhirnya kondisi ini dapat pula menurunkan kondisi kesuburan.

Kasus hipogonadisme di Indonesia terbilang tidak terlalu banyak terdeteksi. Tidak ada data jelas untuk jumlah kasus yang ditemukan. Masih banyak pria yang malu mengakui adanya masalah dalam fungsi kejantanan mereka.

Tetapi di Amerika, kasus hipogonadisme terbilang meningkat. Bahkan sebuah temuan mengklaim bahwa pria Amerika secara umum mengalami penurunan kadar sperma hingga 50% sejak 40 tahun terakhir.

Data spesifik lain yang diungkap dalam Medicine Public Library of Science tahun 2012 menunjukkan adanya peningkatan pasangan dengan masalah kesuburan di seluruh dunia. Perkiraannya mencapai 15% dari seluruh penduduk dunia. Data ini juga dibarengi dengan sejumlah klaim bahwa pria memiliki peran hingga 30% atas masalah kesuburan ini.

Sejak lama kondisi ini menjadi teka-teki, apa yang sebenarnya menjadi penyebab penurunan drastis kualitas kesehatan pria di Amerika dan juga pasangan di seluruh dunia. Apa yang menyebabkan terjadinya peningkatan signifikan pasangan dengan tingkat kesuburan rendah di dunia?

Efek Samping Pereda Nyeri terhadap Kadar Testosteron

Sebuah riset membuka satu lapis tabir yang menguak rahasia penurunan kualitas dan kuantitas sperma pria ini. Riset ini dirilis dalam Proceeding of National Academy of Sciences of The United States of America tahun 2018 yang mengungkap bahwa konsumsi ibuprofen dalam jangka relatif panjang dapat menurunkan produksi testosteron.

Riset yang dikembangkan di University of Copenhagen Denmark ini menunjukan bahwa penggunaan ibuprofen dalam periode 6 pekan dengan dosis 600 mg 2 kali per hari menunjukkan pengaruh negatif terhadap fungsi kesehatan seksual pria.

Ada efek samping ibuprofen sebagai terapi obat anti inflamasi non steroid dalam menurunkan kadar testosteron setelah digunakan jangka panjang. Dan ini dapat memicu efek yang permanen bila diabaikan.

Riset tersebut menggunakan sampel sejumlah pria dewasa yang dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok yang mendapatkan asupan ibuprofen sebanyak 600 mg 2 kali sehari selama 6 pekan dan kelompok lain mendapatkan pil kosong atau placebo.

Dalam 2 pekan pertama terjadi reaksi ibuprofen terhadap hormon lutein. Hormon lutein sendiri adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari dan bekerja menstimulasi produksi testosteron pada testis.

Terjadi kenaikan kadar hormon lutein yang cukup tinggi pada 2 pekan pertama namun justru diiringi dengan turunnya kadar testosteron pada tubuh. Secara umum kondisi ini juga disertai kenaikan kadar ibuprofen pada darah.

Ahli Herbal

Mau BEBAS dari SAKIT dengan herbal yang tepat? KONSULTASI GRATIS klik tombol WhatsApp ini:

WHATSAPP SEKARANG

Sejumlah dugaan muncul tingginya kadar ibuprofen dalam darah membuat efek lutein justru menurun atau justru memicu reaksi negatif dari fungsi testis terhadap lutein.

Ini yang kemudian menyebabkan kondisi ini disebut dengan hipogonadisme kompensasi. Tubuh bereaksi negatif terhadap stimulan dan mengkompensasi dengan reaksi berkebalikan.

Pada tahap awal dipercaya efek ini hanya bekerja sementara dan akan hilang ketika kadar ibuprofen dalam darah menurun. Tetapi ketika seseorang mengonsumsi ibuprofen dalam jangka lebih panjang, dikhawatirkan pengaruh hipogonadisme ini berjalan permanen.

Karena temuan lain yang juga senada dengan temuan di atas mengungkapkan bahwa ada efek samping ibuprofen yang dikonsumsi ibu hamil terhadap pertumbuhan organ seksual janin laki-laki dalam kandungan.

Dalam jurnal Reproduction bertajuk Prenatal exposure to paracetamol/acetaminophen and precursor aniline impairs masculinisation of male brain and behaviour” tahun 2017 diungkap bahwa dari semua jenis obat anti nyeri yang ada, termasuk parasetamol, aspirin dan ibuprofen, jenis ibuprofen memiliki pengaruh cukup kuat dalam menghambat pertumbuhan organ seksual janin laki-laki.

Konsumsi ibuprofen berlebihan pada ibu hamil dikhawatirkan dapat menghasilkan bayi laki-laki dengan kondisi organ seksual yang tidak normal dan malfungsi. Itu sebabnya, sangat disarankan untuk tidak mengonsumsi obat pereda nyeri saat hamil, terutama jenis ibuprofen.

Meski dikatakan bahwa ibuprofen dapat menyebabkan efek penurunan kadar testosteron, belum ada riset lanjutan yang membuktikan bagaimana efek samping ibuprofen secara langsung terhadap kesuburan.

Hanya secara umum, kasus hipogonadisme memang dapat menurunkan kualitas kesuburan. Meski untuk menjadi catatan, efek hipogonadisme dari ibuprofen dapat bersifat temporer bila efeknya belum terlalu kuat.

Seusai Anda mengonsumsi ibuprofen dan kadar ibuprofen dalam darah menurun, reaksi negatif testis terhadap hormon lutein akan kembali normal. Dan produksi testosteron dalam dikembalikan.

Yang Paling Rentan dengan Efek Samping Ibuprofen

Secara umum masyarakat kita cenderung lebih terbiasa mengonsumsi parasetamol sebagai obat pereda nyeri dibandingkan obat sejenis lain. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan beberapa kelompok masyarakat memiliki tingkat konsumsi tinggi terhadap ibuprofen.

Ini karena fungsi ibuprofen yang lebih efektif dalam membantu efek nyeri dari kasus spasmodik dan atau ketegangan saraf dan otot. Juga memiliki unsur anti inflamasi sehingga bekerja lebih efektif pada kasus nyeri akibat peradangan. Kerap digunakan untuk terapi nyeri haid, nyeri otot, terkilir dan reumatik ringan.

Mereka yang berprofesi sebagai olahragawan yang terbiasa memiliki masalah cidera otot, pekerja berat yang kerap mengeluhkan kasus nyeri otot biasanya mendapatkan resep ibuprofen untuk membantu meredakan masalah.

Kemampuan anti inflamasinya akan membantu tidak hanya meredakan nyeri tetapi juga membantu mengatasi peradangan yang terbentuk. Ini adalah kelebihan dari ibuprofen yang membuatnya cukup populer.

Pada dasarnya efek samping obat ibuprofen ini hanya akan muncul pasca paparan jangka panjang, atau ekspos berlebihan di atas dosis wajar yakni 3600 mg perhari.

Pastikan hanya mengonsumsi ibuprofen dalam jangka pendek dan tidak lebih dari 10 hari berturut-turut. Sedangkan untuk ibu hamil disarankan untuk memilih jenis terapi anti nyeri lain selain ibuprofen untuk menekan efek samping pereda nyeri serendah mungkin.

Tumpas Kanker, Tumor, Kista Mulai 30 Hari Tanpa Kemoterapi dan Pembedahan?!
Redakan Rasa Sakit Menahun Anda dengan 'Obat Pereda Nyeri' Alami Ini!
Pria Dewasa, Mau ‘Keras & Tahan Lama’ untuk Bahagiakan Pasangan Anda?

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Cindy Wijaya seorang editor dan penulis beragam artikel kesehatan. Ia senang meriset dan berbagi topik-topik kesehatan dan pemanfaatan herbal. Tinggal di Bogor “kota hujan” sehingga mencintai suasana hujan dan sering mendapat inspirasi ketika hujan. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}