Enzim Pangkal Kemoterapi vs Enzim Ajaib


By Fery Irawan

Siapa yang tidak kenal dengan metode kemoterapi yang biasa digunakan sebagai pilihan pengobatan bagi pasien kanker. Metode pengobatan ini biasanya menggunakan beragam jenis obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Sayangnya yang terbunuh bukan hanya sel kanker saja – sel yang sehat juga ikut terbunuh. Karena sifatnya sama seperti pembunuh massal, maka tak sedikit kerusakan yang ditimbulkan sebagai efek samping penggunaan obat tersebut. Kerusakan sel ini menunjukkan bahwa obat kanker memiliki unsur yang cukup keras, oleh karena itu penggunaannya sering kali diberikan setelah proses pengangkatan kanker melalui pembedahan, tujuannya ialah mengurangi resiko penyebaran kanker.

Namun, sekalipun proses pembedahan berhasil dilakukan dan tak ada gejala penyebaran kanker, obat-obatan tersebut masih saja diberikan. Apa alasannya? Gagasan awalnya berasal dari regenerasi tubuh dalam memulihkan sel-sel yang rusak. Sekalipun sel normal ikut mati, para peneliti berpendapat bahwa sel normal akan pulih lagi. Tapi, sebenarnya dalam keadaan seperti ini, tubuh Anda sudah mengalami beban yang begitu besar, mengapa? Karena ada begitu banyak jumlah enzim pangkal yang sudah terkuras habis untuk proses regenerasi sel atau pun dalam sistem kekebalan tubuh.

Merosotnya fungsi pertahanan tubuh menjadi ciri kurangnya enzim pangkal yang ada dalam tubuh, terlebih jika Anda harus mengonsumsi obat-obatan yang menguras enzim. Obat demikian turut melepaskan radikal bebas dalam skala besar dan juga bersifat karsinogenik, artinya berpotensi sebagai penyebab kanker. Lalu, mengapa digunakan? Karena sebuah pepatah mengatakan ‘kekerasan dibalas dengan kekerasan’ – demikianlah hal yang menjadi dasar para dokter dalam mengobati kanker dengan obat anti-kanker. Mereka yakin obat ini akan mengganggu perkembangan sel kanker.

Memang ada begitu banyak orang yang telah selamat dari kanker dengan menjalani pengobatan kemoterapi terutama bila usia mereka cukup muda. Mengapa? Karena enzim pangkal dalam tubuh mereka masih cukup berlimpah, sekalipun itu harus terkuras guna mempertahankan diri. Efek samping dari kemoterapi itu sendiri juga dapat menimbulkan stres yang turut mengurangi sisa enzim pangkal Anda. Misalnya; kehilangan nafsu makan, kerontokan rambut, dan timbulnya rasa mual. Proses detoksifikasi atau pengeluaran racun dari dalam tubuh juga dipengaruhi keberadaan enzim pangkal.

Ya, ini memperlihatkan bahwa obat-obatan masih belum dapat menuntaskan penyakit tanpa masalah, sifatnya masih bersifat meringankan penderitaan pasien saja. Namun, Dr. Hiromi Shinya memiliki metode yang berbeda dalam memberikan obat-obatan kemoterapi. Karena mengetahui bahwa obat kemoterapi cenderung meracuni tubuh, ia hanya menggunakannya dalam situasi tertentu saja. Misalnya, apabila ditemukan sel kanker pada bagian luar usus besar dalam kelenjar getah bening. Ia akan mengeluarkan kanker terlebih dulu dan beberapa yang dicurigai sebagai penyebabnya. Ia juga menyarankan pasien agar menghentikan kontak dengan minuman beralkohol atau rokok, demikian pula daging.

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Fery Irawan seorang editor sekaligus penulis yang antusias dan sadar untuk memberikan informasi kesehatan yang tidak berat sebelah. Aktif menulis beragam artikel kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Ia selalu berupaya menyampaikan informasi yang aktual dan terpercaya, sesuai dengan ketentuan dan prinsip jurnalistik yang ada. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}