Apa Penyebab Kesulitan Bernapas Saat Berada di Ketinggian?

DITULIS OLEH:
Fery Irawan 

April 22, 2014


Jika Anda senang berekreasi dan mendaki gunung, sebaiknya waspada dengan gejala berikut! Misalnya, apakah Anda pernah merasa pusing hingga hampir pingsan yang terjadi secara tiba-tiba? Apakah Anda merasa sakit kepala dan mengalami gangguan tidur? Pernahkah Anda terbangun karena merasa kehabisan napas?

Bisa jadi itu adalah tanda-tanda dari hipoksia, yaitu kondisi dimana tubuh kekurangan oksigen. Hipoksia bisa dibilang adalah momok bagi para pendaki gunung. Tak sedikit orang yang mengalami kesulitan bernapas saat berada di ketinggian, yang merupakan salah satu tanda dari hipoksia.

Apa sebenarnya penyebab kesulitan bernapas saat berada di ketinggian? Bagaimana cara mengatasi sesak napas saat mendaki gunung? Simak penjelasannya dalam artikel ini.

Penyebab Kesulitan Bernapas Saat Berada di Ketinggian

Kondisi hipoksia yang terkait dengan berada di dataran tinggi disebut sebagai “altitude sickness” atau diterjemahkan menjadi “penyakit ketinggian”. Kadang kondisi ini disebut juga “mountain sickness” atau “penyakit gunung”, karena sering dialami oleh para pendaki gunung.

Apa hipoksia saat berada di dataran tinggi? Di sekeliling kita ada tekanan udara yang disebut sebagai tekanan barometrik atau tekanan atmosfer. Sewaktu kita pergi ke tempat yang lebih tinggi, tekanan ini akan turun dan lebih sedikit oksigen yang tersedia.

Jika Anda tinggal di tempat yang terletak di ketinggan cukup tinggi, Anda akan terbiasa dengan tekanan udara di tempat itu. Tetapi jika Anda bepergian ke tempat yang lebih tinggi dari biasanya, tubuh Anda membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tekanan.

Kondisi altitude sickness tidak hanya terjadi pada para pendaki gunung. Hanya mengunjungi tempat-tempat tinggi saja sudah bisa menyebabkan altitude sickness pada beberapa orang. Gejala-gejala kondisi ini, termasuk kesulitan bernapas saat berada di ketinggian, muncul karena tubuh sedang berupaya menyesuaikan diri dengan tekanan udara dan oksigen yang lebih rendah yang ada di ketinggian.

Berikut adalah ketinggian yang dapat menyebabkan gejala hipoksia seperti sesak napas saat berada di ketinggian.

  • Ketinggian tinggi: 500 – 3.500 meter di atas permukaan laut
  • Ketinggian sangat tinggi: 500 – 5.500 meter di atas permukaan laut
  • Ketinggian tinggi ekstrem: lebih dari 5.500 meter di atas permukaan laut

Sebagai contoh, Dataran Tinggi Dieng atau Plato Dieng di Jawa Tengah berada pada ketinggian antara 1.600 sampai 2.100 meter di atas permukaan laut. Pegunungan Jayawijaya di Papua, yang merupakan rangkaian pegunungan tertinggi di Indonesia, memiliki puncak tertinggi (Puncak Jaya) dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut.

Gejala-Gejala Hipoksia Saat Berada di Ketinggian

Gejala-gejala dari hipoksia akibat altitude sickness atau penyakit ketinggian dapat muncul secara tiba-tiba atau secara bertahap. Berikut adalah sejumlah gejala ringan dari penyakit ketinggian, yang biasanya muncul 12 – 24 jam setelah berada di ketinggian:

  • Merasa pusing.
  • Kelelahan dan tidak bertenaga.
  • Sesak napas atau kesulitan bernapas.
  • Tidak selera makan.
  • Gangguan tidur.

Di samping sesak napas saat berada di ketinggian dan keluhan-keluhan di atas, ada lagi gejala-gejala lebih serius yang dapat muncul, antara lain:

  • Rasa lelah, lemas, dan sesak napas yang semakin buruk.
  • Kesulitan untuk mengatur gerakan dan berjalan.
  • Sakit kepala berat, mual dan muntah.
  • Dada terasa sesak atau tertekan.
  • Kesulitan untuk beraktivitas, meskipun mungkin masih bisa berjalan sendiri.

Gejala-gejala hipoksia di atas dapat dialami oleh orang-orang yang mendaki atau mengunjungi tempat-tempat dengan ketinggian 2.500 meter atau lebih di atas permukaan laut.

Jenis-Jenis Penyakit Ketinggian

Kebanyakan orang yang mengalami penyakit ketinggian akan merasakan AMS (acute mountain sickness). Saat berada di ketinggian lebih dari 3000 m di atas permukaan laut, sekitar 75% orang akan mengalami gejala-gejala ringan. Berikut adalah tiga kategori AMS berdasarkan tingkat keparahannya:

  • AMS ringan: Gejala-gejalanya, seperti sakit kepala ringan dan kelelahan, tidak sampai mengganggu aktivitas Anda. Gejala-gejalanya membaik setelah beberapa hari seraya tubuh menyesuaikan diri. Anda mungkin bisa tetap berada di ketinggian saat ini begitu tubuh sudah menyesuaikan.
  • AMS sedang: Gejala-gejalanya sudah mulai mengganggu aktivitas Anda. Anda mungkin merasa sakit kepala berat, mual, dan kesulitan mengatur gerakan (koordinasi). Anda mungkin harus turun ke tempat lebih rendah agar bisa merasa lebih baik.
  • AMS berat: Anda mengalami kesulitan bernapas saat berada di ketinggian, meskipun sedang istirahat. Mungkin sudah sulit untuk berjalan. Anda harus segera turun ke lokasi lebih rendah dan mencari pertolongan medis.

Selain AMS ada dua jenis penyakit ketinggian lain yang lebih jarang terjadi tetapi lebih serius. Anda harus segera turun dan mendapat pertolongan medis jika mengalami dua jenis ini:

  • HAPE (high-altitude pulmonary edema): HAPE mengakibatkan kelebihan cairan di paru-paru, menyebabkan sesak napas saat berada di ketinggian, bahkan saat Anda istirahat. Anda merasa sangat lelah dan lemah, dan mungkin merasa seperti tercekik.
  • HACE (high-altitude cerebral edema): HACE mengakibatkan kelebihan cairan di otak, yang menyebabkan pembengkakan otak. Anda mungkin mengalami kebingungan, kesulitan mengatur gerakan (koordinasi), dan mungkin akan berperilaku kasar.

Apabila dua kondisi penyakit ketinggian di atas tidak segera ditangani dengan benar, akibatnya bisa fatal. Jadi begitu muncul tanda-tanda awal dari hipoksia saat mendaki gunung atau saat berada di lokasi tinggi, sebaiknya Anda harus mulai waspada.

Cara Tepat Menangani Penyakit Ketinggian

Jika Anda mengalami sakit kepala dan setidaknya satu gejala lain yang terkait dengan penyakit ketinggian dalam 1 – 2 hari saat berada di tempat lebih tinggi, Anda mungkin memang sedang mengalami penyakit ketinggian.

Untuk gejala-gejala ringan, Anda dapat mencoba tetap pada ketinggian saat ini untuk melihat apakah tubuh dapat menyesuaikan diri. Beristirahatlah, jaga diri tetap hangat, dan minum banyak cairan. Jangan naik ke lokasi lebih tinggi sampai gejala Anda benar-benar hilang.

Jika gejala yang Anda rasakan sudah berat, atau jika gejala ringannya tidak hilang dalam beberapa hari atau malah memburuk, segera lah pergi ke lokasi yang lebih rendah. Jangan memaksakan diri dan dapatkan bantuan medis secepatnya.

Dokter mungkin akan memeriksa Anda menggunakan stetoskop atau mengambil rontgen dada atau melakukan scan dengan MRI atau CT scan ke otak. Tujuannya untuk mencari tahu apakah ada penumpukan cairan.

Untuk kasus HACE, Anda mungkin akan membutuhkan obat steroid yang disebut dexamethasone. Untuk kasus HAPE, Anda mungkin membutuhkan oksigen tambahan dan obat-obatan, serta segera pindah ke tempat yang lebih rendah.

Ilustrasi Sesak Napas Saat Berada di Ketinggian
Jangan Paksakan Diri Jika Mulai Mengalami Gejala-Gejala (Credit Photo: paraalex – Can Stock Photo)

Cara Mencegah Sesak Napas Saat Berada di Ketinggian

Cara terbaik untuk mencegah kesulitan bernapas saat berada di ketinggian adalah dengan penyesuaian tubuh. Itu berarti Anda harus membiarkan tubuh secara perlahan-lahan terbiasa dengan perubahan tekanan udara saat Anda mendaki gunung atau melakukan perjalanan ke tempat yang lebih tinggi.

Anda seharusnya mendaki secara bertahap ke ketinggian yang lebih tinggi. Berjalan secara perlahan membantu paru-paru untuk memperoleh lebih banyak udara melalui napas yang lebih dalam dan memungkinkan lebih banyak sel darah merah untuk membawa oksigen ke berbagai bagian tubuh Anda.

Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari penyesuaian tubuh untuk cara mengatasi sesak napas saat mendaki gunung atau melakukan perjalanan ke lokasi tinggi:

  • Mulai lah perjalanan dari ketinggian di bawah 3.000 m di atas permukaan laut. Jika Anda harus terbang atau berkendara ke lokasi lebih tinggi, berhentilah di satu tujuan yang lokasinya lebih rendah setidaknya selama sehari penuh sebelum naik lebih tinggi.
  • Jika Anda terbang atau berkendara ke suatu tempat dan tidak bisa berhenti dulu di lokasi yang lebih rendah, sediakan lah obat acetazolamide untuk membantu mempercepat penyesuaian tubuh.
  • Kalau Anda berjalan atau mendaki lebih dari 3.000 m, batasi hanya naik 300 m tambahan per hari. Dan untuk setiap 900 m yang Anda naiki, istirahatlah setidaknya 1 hari di lokasi ketinggian tersebut.
  • Jika Anda harus mendaki lebih dari 300 m per hari, pastikan Anda kembali ke lokasi lebih rendah untuk tidur.
  • Minumlah 3 – 4 liter air setiap hari, dan pastikan sekitar 70% dari asupan kalori Anda berasal dari karbohidrat.
  • Jangan merokok, minum alkohol, atau minum obat-obatan seperti obat tidur, terutama selama 48 jam pertama. Tidak apa-apa untuk mengonsumsi kafein jika Anda biasa meminumnya (misalnya minum kopi).
  • Jangan berolahraga atau beraktivitas berat selama 48 jam pertama.
  • Kenali tanda-tanda awal dari penyakit ketinggian. Segera turun ke ketinggian yang lebih rendah jika Anda mulai mengalami tanda-tanda itu.

Kebanyakan orang yang mengalami penyakit ketinggian hanya merasakan gejala-gejala hipoksia ringan. Dan gejala-gejala ringan tersebut membaik setelah kembali ke lokasi lebih rendah (atau tetap pada lokasi saat ini tanpa naik lebih tinggi).

Tetapi jika gejala-gejala hipoksia tetap ada atau justru bertambah buruk, sebaiknya segera turun ke lokasi lebih rendah dan cari bantuan medis.

Demikianlah artikel ini yang membahas tentang penyebab kesulitan bernapas saat beradai di ketinggian dan cara mengatasinya. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi Anda. Temukan informasi menarik lain seputar kesehatan hanya di Deherba.com.

Sumber

Cleveland Clinic. Altitude Sickness. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15111-altitude-sickness

WebMD. Altitude Sickness: What to Know. https://www.webmd.com/a-to-z-guides/altitude-sickness

Healthline. Altitude Sickness. https://www.healthline.com/health/altitude-sickness

Tentang Penulis

Artikel dibuat oleh tim penulisan deherba.com kemudian disunting oleh Fery Irawan seorang editor sekaligus penulis yang antusias dan sadar untuk memberikan informasi kesehatan yang tidak berat sebelah. Aktif menulis beragam artikel kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Ia selalu berupaya menyampaikan informasi yang aktual dan terpercaya, sesuai dengan ketentuan dan prinsip jurnalistik yang ada. Silakan klik di sini untuk kontak penulis via WhatsApp.

Anda mendapat manfaat dari artikel-artikel kami? Mohon berikan ulasan untuk terus menyemangati kami menulis > Google Review

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}